Partai Politik Dinilai Telah Gagal

VIVAnews - Partai politik dinilai tidak memiliki rencana kampanye yang matang untuk mengantisipasi perubahan orientasi pemilih. Mereka juga dianggap tidak mempunyai data base tentang permasalahan masyarakat sehingga isu-isu dalam kampanye tidak spesifik dan tidak menyentuh kehidupan masyarakat.

Sentil Gugatan Paslon 01 dan 03 di MK, Qodari Soroti 2 Hal Ini

"Selain itu, waktu kampanye Pemilu sangat panjang. Para calon anggota legislatif ragu-ragu untuk memulai kampanye.Mereka saling menunggu," kata Direktur Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Gajah Mada, Ketut Putra Irawan.

Menurut Ketut, ada beberapa catatan kegagalan partai selama ini, antara lain gagal melakukan pengelolaan keuangan partai. Mereka, kata dia, tidak dapat melakukan kaderisasi dan gagal dalam manajemen organisasi.

Kunjungan ke Luar Negeri, Prabowo Subianto Akan ke China dan Bertemu Xi Jinping

Secara manajemen, kata Ketut, banyak partai yang gagal untuk konsisten dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. "Akibatnya banyak konfik yang diklaim bermula karena pelanggaran AD/ART," ujar Ketut.

Ketut mengatakan, dalam bidang keuangan, partai kesulitan membangun fund rising yang stabil dan berkelanjutan. Partai juga gagal dalam melakukan pengelolaan keuangan internal. "Apalagi dalam kaderisasi, banyak partai yang seolah-olah menjadi milik satu orang. Tidak ada regenerasi politik yang baik," kata Ketut.

Health Minister Ensures Hospitals Ready to Handle Dengue Patients

Itu sebabnya, kata Ketut, partai harus disadarkan tentang kegagalannya itu. Bila tidak, apatisme masyarakat terhadap partai akan terus berlanjut.

Partai, menurut Ketut, harus melakukan transformasi demokratik agar dapat memperbaiki dirinya. Antara lain dengan membuka diri pada publik dan dapat menerima kritik.

Selain itu, partai hendaknya tidak hanya bergerak dan melakukan mobilisasi massa hanya pada saat menjelang Pemilu, kegiatan partai harus berkelanjutan. "Partai tidak boleh personal, artinya tergantung pada satu figur saja. Namun harus memiliki sistem organisasi yang luwes dan adaptif dengan kondisi masyarakat," ujarnya.

Selain itu, kampus dan media massa hendaknya menjadi "teman" partai untuk bisa memperbaiki dirinya. Media massa menghadirkan kritik dan pemberitaan sementara kampus memberikan wacana pembanding bagi partai. "Selain itu, harus dibangun barisan kritis (critical mass) dalam partai,orang-orang yang memiliki cara pandang baru terhadap partai," kata Ketut.

Menurut Ketut, sekarang ini orang masih memilih partai karena partailah satu-satunya alat transformasi kekuasaan yang legal. "Jika ada alternatif lain dan partai masih seperi sekarang ini, pasti mereka ditinggal," ujar Ketut

Laporan Rahardian Yogyakarta

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya