Sinar Laser untuk Atasi Katarak

Sebuah alat yang dikembangkan untuk program luar angkasa ternyata dapat berfungsi sebagai alat pendeteksi awal terhadap katarak, penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.

Peneliti dari National Eye Institute (NEI), bagian dari National Institutes of Health serta National Aeronautics and Space Administration (NASA) bekerjasama mengembangkan pengujian sederhana terhadap mata untuk mengukur protein yang berhubungan dengan pembentukan katarak. Jika sebuah protein halus dapat diteksi sebelum katarak berkembang, penderita bisa mengurangi risiko terjangkitnya katarak dengan sedikit mengubah gaya hidup. Misalnya mengurangi terkena pancaran sinar matahari, berhenti merokok, berhenti mengonsumsi obat-obatan tertentu, dan mengontrol diabetes.

“Ketika lensa mata sudah buram akibat katarak, saat itu sudah terlambat untuk mengembalikan atau melakukan perawatan terhadap proses munculnya katarak,” kata Manuel B. Datilles III, petugas medis dari NEI. “Teknologi baru ini bisa mendeteksi kerusakan awal terhadap protein lensa mata, memicu peringatan dini terhadap pembentukan katarak dan kebutaan,” ucapnya.

Perangkat baru ini menggunakan teknik laser sederhana yang disebut Dynamic Light Scattering (DLS). Awalnya, alat itu dikembangkan untuk mendeteksi perkembangan kristal protein di ruang hampa udara. Rafat R. Ansari dari NASA sekaligus ilmuwan senior di John H. Glenn Research Center memungkinkan teknologi tersebut diaplikasikan pada dunia medis dan mencuri perhatian peneliti NEI ketika ia menemukan bahwa katarak yang diderita ayahnya diakibatkan oleh perubahan pada protein di lensa mata.

Sejumlah protein terlibat dalam pembentukan katarak. Tetapi salah satunya, yang dikenal dengan alpha-crystaliin yang berfungsi sebagai molekul anti katarak milik mata. Alpha-crystallin mengikatkan diri pada protein lain ketika protein tersebut rusak dan mencegah mereka saling bertumbukan untuk membentuk katarak. Tetapi, manusia terlahir dengan jumlah alpha-crystallin yang terbatas. Artinya, ketika persediaan terkuras akibat radiasi, rokok, diabetes, dan penyebab lain, katarak bisa terjadi.

“Kami telah menunjukkan bahwa teknologi yang dikembangkan untuk program luar angkasa ini dapat digunakan untuk mencermati tanda-tanda awal kerusakaan protein akibat tekanan oksidatif,” kata Ansari. “Proses ini digunakan dalam berbagai kondisi medis termasuk katarak yang diakibatkan oleh pertambahan usia, diabetes, dan juga penyakit neurodegeneratif lainnya seperti Alzheimer dan Parkinson,” ucapnya. Ansari juga menyebutkan bahwa dengan memahami peranan perubahan protein dalam pembentukan katarak, kita bisa menggunakan lensa mata tidak hanya untuk mengetahui penyakit mata, tetapi juga sebagai jendela untuk melihat seluruh tubuh.

Pengakuan Pelatih Yordania Jelang Laga Lawan Timnas Indonesia U-23
Pemain Timnas Indonesia U-23 rayakan gol Komang Teguh

Dominasi Skuad Timnas U-23 di Piala Asia, Menpora Dito Akan Terus Maksimalkan PPLP dan SKO

Menpora Dito Ariotedjo buka suara terkait jebolan PPLP, PPOP, dan SKO Kemenpora mendominasi skuad Timnas Indonesia U-23 saat mengalahkan Australia.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024