Michael Riady

2009, Pengembang Besar Bersaing Ketat

VIVAnews - Memasuki 2009, industri properti tampaknya tidak terlampau jatuh seperti industri berbasis ekspor. Apalagi, jika melihat para pengembang yang terus bersaing dan melanjutkan pembangunan gedung-gedung pencakar langit, baik untuk apartemen atau perkantoran.

Kawasan Jakarta malah seperti sudah dikapling-kapling oleh para pengembang besar. Misalnya, Agung Podomoro Group menguasai Tanjung Duren, Grup Lippo memiliki lahan di Jakarta Barat, Grup Bakrie di Kuningan, dan Grup Djarum di Bundaran Hotel Indonesia, Grup Pakuwon Djati di Kebayoran Baru dan lainnya. Kendati ada ancaman resesi global, mereka terus bersaing melanjutkan proyek-proyek besarnya.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana prospek industri properti, khususnya superblok, apartemen dan perkantoran di Jakarta, jurnalis VIVAnews, Elly Setyorini mewawancarai Michael Riady di Jakarta belum lama ini.

Michael adalah pemimpin proyek raksasa di kawasan Jakarta Barat, The St Moritz Penthouses and Residence senilai Rp 11 triliun. Kendati masih berusia 28 tahun, cucu taipan pendiri Grup Lippo, Mochtar Riady ini dikenal cukup piawai di industri properti. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana prediksi anda tentang pasar properti 2009?

Mengenal Sosok Pemimpin Tertinggi Negara Iran, Ternyata Bukan Presiden

Menjelang semester kedua 2009, kondisi perekonomian akan membaik, harga komoditas dan minyak juga mungkin turun, BI Rate akan menurun, biaya dana pun murah. Mudah-mudahan itu semua akan mendorong industri properti 2009. Tapi, yang perlu diingat pada dasarnya yang paling terkena krisis keuangan adalah Amerika dan Eropa. Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, tidak terlalu terkena. Artinya, kalau kondisi membaik, Indonesia akan lebih dulu pulih. Apalagi, jika dibandingkan krisis 1997, posisi Indonesia saat ini jauh lebih siap.

Artinya, prospek industri properti 2009 cukup bagus?

Masih sangat prospektif. Apalagi, jika melihat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta jiwa. Jika dibagi empat orang dalam satu keluarga, ada hampir 60 jutaan keluarga yang sebagian masih belum punya rumah. Itu berarti kebutuhan perumahan sangat besar. Ini berbeda dengan kondisi di luar negeri seperti Amerika Serikat. Di sana, setiap keluarga sudah memiliki rumah sendiri, bahkan ada yang punya lebih dari satu rumah.

Kabar positif yang akan mendukung pertumbuhan pasar properti?

Terpopuler: Ramalan Zodiak sampai Penjelasan Buya Yahya Soal Panggilan Pak Haji

Harga bahan bakar minyak (BBM) turun. Itu pasti ada dampaknya, biaya transportasi akan lebih murah dan terpangkas. Tapi secara keseluruhan, ini adalah sinyalemen positif pemerintah karena dengan biaya menurun,  inflasi juga akan rendah. Artinya, daya beli masyarakat meningkat. Itu juga memberi peluang BI Rate turun sehingga mendorong pertumbuhan permintaan properti. 

Bagaimana dari sisi kebijakan pemerintah? 

Seperti sudah diketahui umum, proses perizinan masih lama, seperti masalah pembebasan lahan. Kemudian, peraturan untuk orang asing boleh beli properti di Indonesia juga penting. Itu hanya beberapa tantangannya. Misalnya, jika pemerintah mengizinkan warga asing membeli, maka pertumbuhan apartemen akan semakin tinggi.

Kendala yang bakal menghadang industri properti tahun ini?

Pemain Indonesia U-23 Sedang Down, STY Berharap Suporter Bantu

Tahun 2009 akan digelar pemilihan umum serta masih ada imbas krisis global. Dalam situasi seperti ini, pembeli cenderung bersikap wait and see. Uang ada, tabungan ada, namun karena omzet bisnis menurun akibat krisis global, mereka memutuskan wait and see. Tetapi, mereka tetap berminat. Misalnya di proyek St Moritz. Banyak konsumen yang mengambil brosur dan bertanya. Kami percaya, setelah ekonomi pulih, pasti mereka akan kembali.

Apakah itu yang mendorong pengembang tetap terlihat melanjutkan pembangun apartemen dan perkantoran pada 2009 ini?

Ya, tengok saja misalnya di apartemen. Di Indonesia, bangunan apartemen semakin banyak, persaingan semakin ketat, apalagi para pemainnya juga pengembang besar.

Bagaimana dengan perkantoran?

Properti perkantoran juga prospektif. Jangan lupa, harga gedung perkantoran masih murah. Permasalahannya, properti perkantoran tidak mungkin hanya bergantung pada pasar domestik. Perkantoran juga tergantung pada penanaman modal asing secara langsung (FDI). Jika FDI rendah, maka jumlah orang asing yang masuk Indonesia masih sedikit sehingga konsumsi ruang perkantoran juga berkurang.

Memangnya seberapa besar konsumsi asing untuk ruang perkantoran?

Saya tidak punya gambaran pasti soal porsi asing. Yang jelas, FDI di Indonesia masih sedikit dibandingkan investasi domestik. FDI yang dimaksud berupa dana yang masuk lewat pasar modal atau sektor riil. Masalahnya, FDI masih didominasi investor bursa saham, padahal sektor riil yang menciptakan lapangan kerja dan menggunakan ruang untuk kantor.

Artinya, potensi pertumbuhan perkantoran untuk investor asing masih kecil?

Masih ada ruang bagi pasar properti asing untuk tumbuh. Tetapi, itu bergantung bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia untuk mendongkrak FDI dan menarik minat investasi asing. Mungkin diberi insentif atau apapun bentuknya. Itu sama halnya dengan bisnis perhotelan, yang juga tergantung pada besarnya FDI yang masuk.

Apa yang perlu dilakukan menghadapi persaingan bisnis properti yang kian ketat?

Menurut saya, pengembang harus bisa membangun suatu produk apartemen yang lebih dari apa yang ditawarkan sekarang, baik dari segi konsep, desain, produk maupun servis. Itu terjadi dalam pembangunan superblok.

Maksudnya?

Pertama, konsep harus tampil berbeda dengan pengembang lain yang juga membangun proyek mega superblok. Contohnya, St. Moritz membatasi suplai apartemen hanya seribu unit untuk enam tower. Beda dengan proyek lain yang menyediakan lebih, ada yang 5 ribu unit, bahkan 10 ribu unit. Jadi dari segi pasokan, kami hanya 1/10 dari kompetitor. Artinya, bagi pembeli bisa lebih nyaman karena tidak tinggal ramai-ramai dibandingkan apartemen yang memiliki 10 ribu unit lainnya.

Apakah konsep itu cukup baik bagi investor?

Dari kacamata investor, nilai investasi mereka tergantung pada pasokan dan permintaan. Jika pasokannya banyak, otomatis harga sulit terdongkrak. Karena itu, pengembang perlu menyediakan pasokan sedikit agar permintaan besar dan nilai produk naik. Kedua, bagaimana membangun apartemen dengan 11 fasilitas misalnya. Ini berbeda dengan tempat lain yang hanya menyediakan tiga atau lima fasilitas. Poinnya sediakan unit sesedikit mungkin, tapi fasilitas sebanyak mungkin.

Apakah konsep itu akan mendorong orang memilih tinggal di apartemen?

Umumnya orang pilih tinggal di apartemen karena fasilitas. Kalau tidak ada fasilitas, apartemen tidak ada nilainya. Bahkan, nilainya akan terdepresiasi. Beda dengan beli tanah kemudian bangun rumah, nilainya akan naik setiap tahun. Kalau apartemen, lima tahun saja sudah tidak ada nilainya. Oleh karena itu, yang membuat nilai tambah adalah fasilitasnya.

Konsep seperti ini terinspirasi darimana?

Bukan inspirasi, tapi dari riset dan pengalaman. Inti bisnis adalah orientasi konsumen. Untuk itu, pengembang perlu mendengar dan mengumpulkan keinginan pasar. Untuk mengenal pasar ini perlu waktu lama.

Mengapa anda tertarik di bisnis properti?

Mula-mulanya saya menggeluti dunia ini sejak bangku kuliah. Salah satunya dari kebiasaan saya berlangganan majalah Forbes. Setiap tahun ada edisi “The World Richest Man" atau "How to Became a Billionaire". Ada suatu kolom yang membuat saya tertarik, yaitu bisnis apa saja yang digeluti 200 tokoh terkaya dunia. Setelah saya cermati, ternyata sebagian besar dari orang kaya itu berawal dari bisnis properti. Itu hampir 60 persen. Kalaupun tidak, mereka bisnis teknologi pendukung bisnis properti. Ternyata properti merupakan sektor yang dipilih orang-orang tersebut untuk menjadi kaya.

Ini yang mendorong anda terjun ke bisnis properti?

Saya merasa sudah berada di jalur yang tepat. Dari situ saya pulang ke Indonesia, pegang properti juga walaupun skala kecil, tidak langsung pegang proyek sebesar ini. Melalui pengalaman dan pelan-pelan akhirnya memutuskan untuk serius menggeluti bisnis ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya