Calon Bos Intelijen AS Dicecar Soal Timtim

VIVAnews - Calon Kepala Badan Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS), Laksamana Purnawirawan Dennis Blair, membantah bahwa saat masih menjadi Panglima Armada Militer AS di Kawasan Pasifik, dirinya memalingkan muka atas kekerasan yang dilakukan oknum militer Indonesia di Timor Leste (Timor Timur) pada referendum Agustus 1999. Blair pun membantah pernah berseberangan sikap dengan para diplomat AS karena menjalin hubungan baik dengan sejumlah petinggi militer Indonesia yang dianggap bertanggung jawab atas kekerasan di negara yang dulunya adalah provinsi ke-27 Indonesia tersebut. 

Demikian ungkap Blair saat menjalani rapat uji kelayakan menjadi Kepala Badan Intelijen Nasional di depan para anggota Senat di Washington DC, Kamis malam 22 Januari 2009 waktu setempat (Jumat dini hari WIB). Blair mendapat pertanyaan mengenai karirnya sebagai perwira militer sebelum pensiun, termasuk tugas-tugas keamanan yang pernah dia emban.

Rapat berlangsung alot saat sejumlah senator mempertanyakan kiprah Blair saat menghadapi kekerasan di Timor Leste tahun 1999. Saat itu Blair menjadi Panglima Armada Militer untuk kawasan Pasifik periode Februari 1999 hingga Mei 2002.

Saat itu Senator Ron Wyden dari Partai Demokrat menyorot dugaan bahwa Blair bergeming atas tragedi di Timor Leste dan menjalankan kebijakannya sendiri dalam menanggapi kekerasan yang diduga dilakukan oknum militer Indonesia.

Blair membantah dugaan itu. "Saya menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah Amerika. Kami mengutuk [kekerasan itu] dan berpandangan bagwa penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan militer dan kelompok paramiliter Indonesia harus dihentikan. Itulah pesan konsisten saya," kata Blair di rapat Senat seperti yang dikutip laman The Washington Independent.

Sebagai komandan militer AS di Pasifik, Blair waktu itu dikabarkan pernah menjalin kontak diplomatik dengan sejumlah pejabat tinggi militer Indonesia, termasuk suatu pertemuan yang berlangsung beberapa hari setelah pembantaian di sebuah gedung gereja yang dilakukan kelompok milisi di Timor Leste.

Menanggapi kabar itu, Blair mengatakan bahwa "semua pertemuan dihadiri oleh duta besar [AS saat itu]...Pihak-pihak yang mengatakan saya waktu itu menjalankan kebijakan sendiri...sama sekali tidak benar," kata Blair. Namun Wyden tidak berhenti, dia malah ingin melihat bukti komunikasi-komunikasi seperti yang dijelaskan Blair.

Sementara itu, seorang mantan diplomat AS di Jakarta mengungkapkan bahwa Blair saat itu pernah menjalankan kebijakannya sendiri dengan menjalin hubungan dengan para petinggi militer Indonesia. Padahal para diplomat AS sangat mengritik kebijakan para pejabat militer yang bertanggungjawab menangani kekerasan di Timor Leste.  

Dia "menganggap remeh kebijakan AS mengenai perkembangan referendum di Timor Timur," kata Edmond McWilliams, mantan pejabat senior bidang politik Kedutaan Besar AS di Jakarta.

"Saat [para diplomat AS] tengah menekan militer [Indonesia] untuk mengekang gerak para milisi dan menghentikan intimidasi mereka kepada para peserta referendum, Blair malah jalan sendiri dengan berteman dengan para pejabat senior, terutama [Menteri Pertahanan Indonesia saat itu] Jenderal Wiranto," lanjut McWilliams seperti yang dikutip di laman The Washington Times.         

Menurut McWilliams, gara-gara sikap Blair yang berdiam diri atas isu Timor Leste dalam pertemuan-pertemuan dengan para jenderal Indonesia, para milisi akhirnya gencar melakukan serangan di Timor Leste.

Kubu Anies dan Ganjar Ingin Hadirkan Menteri jadi Saksi di MK, Airlangga Hartarto Beri Jawaban
Nagita Slavina

Respons Nagita Slavina Saat Tyas Mirasih Ingin Jual Tas demi Biaya Pengobatan

Tyas Mirasih saat itu ingin menjual tas miliknya kepada Nagita dan Raffi untuk membantu biaya pengobatan sang ibunda.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024