Anggota DPR Tak Setuju BPPN Baru

VIVAnews - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Harry Azhar Aziz tidak menyetujui usulan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (RUU JPSK) yang akan membentuk lembaga semacam Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pembentukan badan baru akan menimbulkan moral hazard baru.

"Badan baru akan menimbulkan moral hazard baru. Tanggung jawab juga tidak jelas, comot orang dari sana-sini," kata dia kepada VIVAnews di Jakarta, Senin 26 Januari 2009.

Anggota dewan dari Partai Golkar itu berpandangan, pemerintah lebih baik memperkuat modal dan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Caranya, dengan menambah dana atau bisa dengan membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar LPS dapat menjadi lembaga untuk menangani krisis.

Sementara itu, untuk mengantisipasi adanya bank yang kolaps, fungsi pengawasan Bank Indonesia (BI) harus ditingkatkan.

"Jika ada lima sampai 10 bank bangkrut, tanya BI mengapa fungsi pengawasannya bisa lemah," katanya.

Anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo juga sependapat dengan upaya memperkuat modal LPS. Lembaga itu saat ini juga berperan sebagai BPPN plus, karena LPS sudah menjalankan fungsi sebagai BPPN yang ditambah dengan penjaminan simpanan.

"Oleh karena itu lebih bagus kalau memperkuat modal LPS," kata dia kepada VIVAnews.

Melalui penguatan modal itu, dia melanjutkan, LPS akan cukup kuat mengambil alih bank skala besar yang kesulitan likuiditas. DPR akan menyetujui jika pemerintah akan menambah modal lagi ke LPS.

Menurut dia, LPS juga perlu diperkuat dengan menambah sumber daya manusia yang ahli perbankan dan keuangan. Pemerintah tidak perlu membuang waktu, energi, dan dana untuk membentuk badan khusus pada saat krisis.

"Pada saat krisis, tindakan cepat sangat dibutuhkan. Jika LPS diperkuat, lembaga itu bisa langsung bertindak," katanya.

Namun, dia menambahkan, jika memang diperlukan badan khusus, yang perlu ditekankan adalah pertanggungjawabannya harus diatur dengan teliti. Hal itu agar jangan sampai kasus 'obral aset' BPPN tidak terjadi kembali.

Yang penting, lanjut dia, secara keseluruhan, proses pengambilalihan, verifikasi, penilaian, dan penjualan aset dilakukan secara akuntabel dan transparan.

Freeport Boss Meets Jokowi to Discuss Mining Contract Extension

"Sebisa mungkin negara tidak mengalami kerugian finansial netto. Hal ini yang gagal dipenuhi BPPN dulu," tuturnya.

Pembentukan lembaga semacam BPPN tertuang dalam RUU JPSK yang telah diajukan ke DPR. Menurut Sekretaris Komite Stabilisasi Sistem Keuangan, Raden Pardede, pembentukan lembaga semacam BPPN memang memungkinkan dalam RUU JPSK.

Pembentukan lembaga baru sejenis BPPN ini dilakukan karena adanya keraguan mengenai kemampuan dana Lembaga Penjamin Simpanan. Namun, pemerintah akan tetap mempertahankan LPS jika hanya satu bank yang bermasalah.

Hadiri Buka Puasa Partai Golkar, Prabowo-Gibran Duduk Semeja dengan Airlangga

Tapi, jika dilihat dari balance sheet lembaga ini, neracanya hanya sanggup untuk menolong satu bank.

"Namanya RUU kan memungkinkan dilakukan perubahan, baik oleh DPR. Jadi kita ajukan dengan pertimbangan kalau ada dua tiga atau lima bank sekaligus yang bermasalah. Tapi, mudah-mudahan tidak terjadi," kata Raden akhir pekan lalu.

Jumat Agung, Presiden Jokowi Ajak Resapi Makna Pengorbanan Yesus Kristus
Ilustrasi pelaku

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp100 Juta Jadi Tersangka

Polisi telah menangkap sopir taksi online yang menodong dan melakukan pemerasan terhadap penumpang wanitanya.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024