Gugatan UU Pemilu

Ambang Batas Bagi Partai Dinilai Tak Rasional

VIVAnews – Ahli administrasi negara, Philipus M. Hardjon, saksi ahli yang diajukan penggugat Undang-undang Pemilihan Umum, mengatakan penerapan parliamentary threshold (ambang batas) di pasal 202 (1) tidak rasional untuk di terapkan di pemilihan umum.

Live World Boxing Welter Super WBO dan WBC, Tszyu vs Sebastian Fundora Tayang Akhir Pekan di tvOne

“Karena bertentangan dengan asas persamaan. Ketentuan ambang batas itu ada unsur sewenang-wenang dan berpeluang adanya penyalagunaan kewenangan,” kata Philipus di sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu 4 Pebruari 2009.

Pasal itu digugat karena dinilai membatasi partai memiliki wakil di parlemen. Di sana diatur hanya partai yang mampu mengumpulkan suara di pemilihan legislatif minimum 2,5 persen secara nasional yang dapat kursi di parlemen.

Daftar Tempat Charging Mobil Listrik di Tol Trans Jawa saat Mudik Lebaran 2024

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia merupakan kuasa hukum 11 partai yang telah mengajukan uji materiil pasal itu. Selain pasal 202, mereka memperkarakan pasal-pasal turunan 202 itu, yakni Pasal 203, Pasal 205, Pasal 206, Pasal 207, Pasal 208, dan Pasal 209 yang juga mengatur penetapan perolehan kursi dan calon terpilih.

Philipus mengatakan pasal itu tidak rasional karena akan menghapus hak konstitusional partai. Sebab, kata dia, bisa saja partai peserta pemilu tidak mencapai 2,5 persen suara, namun di daerah pemilihan tertentu, partai mampu mencapai suara terbanyak.

Meet Nicole Shanahan, VP Candidate of the United States

“Jelas ini tidak rasional, maka saya katakan ini diskriminasi,” kata dia.

Di persidangan pekan lalu, saksi ahli yang diajukan pemerintah mengatakan bahwa parliamentary threshold itu merupakan pilihan kebijakan yang terbaik.

Menurut Philipus bila merupakan pilihan kebijakan, maka UU Pemilu tidak dapat diuji hakim konstitusi. Tetapi, jika kebijakan itu sewenang-wenang, kata dia, maka dapat diuji. Dengan demikian hakim konstitusi memiliki wewenang mengadilinya.

“Parameter tidak rasionalnya adalah kesewenanga-wenangan itu,” kata dia.

Hari ini, penggugat UU Pemilu juga mengajukan Lodewijk Gultom sebagai saksi ahli.

Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli dari partai dan pemerintah. Dua saksi yang dihadirkan pemerintah adalah Lili Romli, pengamat politik, dan Zudan Arifaturullah, ahli hukum administrasi negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya