VIVAnews - Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) menginstruksikan kepada Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten agar Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang tidak mendapat keuntungan tidak berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Langkah itu diambil untuk menyehatkan PDAM yang sebagian besar menderita kerugian.
Menurut Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP SPAM) Departemen Pekerjaan Umum Rachmad Karnadi, pekan depan surat edaran akan disebarkan ke seluruh Pemda kota dan kabupaten.
"Surat edaran tersebut sebagai bagian mendukung program restrukturisasi utang PDAM, yang isinya menginstruksikan Pemda untuk tidak mengambil kontribusi PAD dari PDAM setempat," kata dia pada Temu Wartawan di ruang Pusat Komunikasi Departemen PU, Kamis, 5 Februari 2009.
Salah satu alasannya, tutur Rachmad, UU nomor 15/2004 tentang Badan Milik Daerah (BMD) yang menyebutkan PAD disetorkan PDAM sebesar 55 persen dari laba bersih. Sedangkan kenyataannya, sebagian besar PDAM menderita kerugian. "Meskipun rugi, PDAM masih berkontribusi kepada PAD," kata dia.
Rahmad memberikan dukungan Pemda terhadap PDAM, seperti di kota Bogor dan Solo. Pemerintah Daerah dan DPRD mengeluarkan Perda yang didalamnya menyebutkan, bila PDAM memperoleh laba tidak diwajibkan berkontribusi ke PAD dan akan kembali diputar dalam investasi. Sedangkan di Solo, pemerintah menyertakan modal pada PDAM.
Sebelumnya, kontribusi PDAM terhadap PAD hanya berupa imbauan, namun dengan adanya instruksi itu diharapkan proses penyehatan PDAM berjalan.
Hal lain yang masuk dalam persyaratan restrukturisasi utang dari Kemeterian Keuangan, kata Rahmad, PDAM tidak boleh menerapkan tarif di bawah nilai produksi.
"Selama ini sebagian besar PDAM memberlakukan tarif di bawah nilai produksinya. Kalau tetap menjual di harga itu, dalam 20 tahun akan menimbulkan utang baru," ujarnya.