Indonesia Tak Lagi Populer di Australia

VIVAnews - Sebagai salah satu negara terdekat dengan Australia, Bahasa Indonesia pernah populer di negeri kanguru. Namun, itu cerita lama. Yang terjadi saat ini, kelas-kelas Bahasa Indonesia mulai ditinggalkan. Guru-guru pun kesulitan merekrut murid yang mau belajar Bahasa Indonesia.

Menurut Guru Besar Fakultas Bahasa dan Ilmu Budaya Universitas Sidney, Adrian Vickers, larangan berkunjung yang dikeluarkan pemerintah Australia pasca Bom Bali jadi penyebabnya.

Sekolah tak bisa mengirimkan murid-muridnya ke Indonesia. "Kondisi berbeda saya alami saat di SMA. Saya dua kali ke Indonesia tahun 1972 dan 1975. Pengalaman itulah yang membuat saya tertarik dengan Indonesia bahkan memilih karier sebagai peneliti Indonesia," ujar Vickers seperti dikutip laman Sidney Morning Herald, Senin 23 Februari 2009.

Fatalnya, peringatan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia salah kaparah. Sebab, Indonesia digambarkan lebih berbahaya ketimbang Timur Tengah, yang tak pernah sepi dari aksi teror ataupun baku senjata. Tak hanya itu, kesan Indonesia bahkan lebih buruk daripada Afrika, yang angka kriminalitasnya jauh lebih tinggi.

"Selama empat tahun, laman departemen memberi peringatan bahwa tak lama lagi akan ada serangan teroris di Indonesia. Peringatan itu tak terbukti pasca terbunuhnya peracik bom, Azhari pada tahun 2005," kata dia. Sikap Australia dianggap berlebihan dibandingkan dengan Amerika Serikat. Sebab, negeri Paman Sam itu bahkan telah mencabut larangan berkunjung (travel warning) pada 23 Mei 2008.

Vickers lantas mengkritik kebijakan pemerintah federal yang dinilainya absurd. "Pemerintah federal justru mendanai guru-guru untuk belajar tentang Indonesia di Darwin [wilayah Australia yang terdekat dari Indonesia]," tambah dia.

Larangan pemerintah ternyata bukan satu-satunya biang keladi. "Media massa seharusnya ikut merasa bersalah karena berkontribusi menjadikan wajah Indonesia negatif," kata Vickers.  Gambaran negatif tentang Indonesia itulah yang membuat orang-orang tak tertarik bahkan anti pada Indonesia.

Sebagai solusi, kalangan akademik, bisa berkontribusi mendorong murid belajar bahasa dan budaya nusantara. Apalagi, faktanya perusahaan yang berbisnis di Asia, seperti Commonwealth Bank, ingin merekrut lulusan yang memiliki kemampuan Bahasa Indonesia.

Ditambahkan dia pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd yang ingin mendekatkan diri dengan Asia juga harus memberi bukti. Membuka peluang bahasa dan budaya negara-negara di kawasan Asia berkembang, bisa jadi awal yang baik. Selain itu, pemerintahan Rudd sebaiknya mengirim pesan positif tentang Asia, terutama Indonesia, terhadap masyarakat. Bukan pesan negatif seperti yang dilakukan departemen luar negeri Australia.

Apa yang dirasakan Vickers juga dialami Kepala Departemen Bahasa di Ferny Grove High School (SMA Ferny Grove), Brisbane, Negara Bagian Queensland, Fiona Hudghton. Dalam sebuah kesempatan, Hudghton mengeluhkan makin berkurangnya peminat kelas bahasa Indonesia.

Hakim Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Kode Etik Meski Punya Jabatan di Asosiasi Pengajar HTN

Tak hanya karena kalah populer dengan bahasa Mandarin, Korea, dan Jepang. Larangan berkunjung dari pemerintah membuat guru tak bisa membawa muridnya praktek lapangan ke Indonesia. Praktek bahasa Indonesia justru dilakukan di Brunei Darussalam atau Malaysia, yang meski sama-sama rumpun Melayu, punya tata bahasa yang jelas beda. "Murid-murid jadi tidak bersemangat," ujar dia.

Alyssa Soebandono

Anutusias Punya Anak Perempuan, Alyssa Soebandono Sampai Lakukan Hal Ini

Menyambut kelahiran anak pertama, Alyssa Soebandono merasa sangat antusias. Diungkap Dude, Istrinya itu sampai membeli baju-baju untuk anak perempuannya tersebut.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024