Di Balik Fenomena Film "Slumdog Millionaire"

Di India, Kemiskinan Tak Selalu Sengsara

VIVAnews - Profil para pemadat pada akhir 1980-an di Edinburgh, Skotlandia, surga yang hilang di Asia Tenggara, hingga kekeringan di benua Afrika. Semua dihadirkan dengan elok oleh Danny Boyle.

Kini, lewat film 'Slumdog Millionaire', sutradara asal Inggris itu berupaya memotret keseharian penduduk daerah kumuh di Mumbai, India. Hasilnya adalah gambaran yang nyata dan kelam.

Suzuki Siapkan 66 Bengkel Siaga Dukung Mudik Lebaran 2024

Kekuatan utama film peraih delapan penghargaan Academy Awards (Oscar) ini terletak pada keberhasilan Boyle menangkap kehidupan yang ekstrem di kota Mumbai - yang merupakan pusat keuangan dan perdagangan di India - berdasarkan perjalanan hidup seorang anak berumur 9 tahun hingga ia menginjak dewasa.

Setiap hari, tokoh utama Slumdog, Jamal Malik (Dev Patel), bergulat dengan kemiskinan, ia pernah ditahan gembong pengemis; guru yang suka memukul; dan mengakrabi isu agama dalam konflik antara Hindu dan Islam yang merenggut nyawa ibunya. Selain itu, Jamal bisa membanggakan diri karena pernah berjabat tangan dengan legenda Bollywood, Amitabh Bachchan.

Pengalaman hidup Jamal menempatkan dia selangkah lagi dari uang 20 juta rupee dalam kuis televisi 'Who Wants To Be a Millionaire' versi India. Namun latar belakangnya yang tidak berpendidikan membuat Jamal dituduh berbuat curang. Bagaimana mungkin seorang anak jalanan bisa tahu demikian banyak hingga bisa menjawab berbagai pertanyaan dalam kuis yang terkenal tersebut?

Ia ditahan dan diinterogasi polisi. “Apa yang mungkin diketahui anak gembel?” kata kepala kepolisian pada Jamal yang tergantung dengan kaki tersambung dengan kabel listrik.

“Jawaban,” ujar Jamal lirih.

Remaja 18 tahun ini akhirnya menceritakan tentang hidupnya di jalanan. Pembuat teh di sebuah kantor layanan konsumen ini juga mengisahkan kejadian-kejadian yang membuat dia bisa menjawab pertanyaan yang sulit dalam acara kuis tersebut.

Boyle menggambarkan Mumbai sebagai kota yang tumbuh terlalu pesat sehingga meninggalkan warganya. Pemukiman kumuh tersebar tidak hanya di pinggiran kota, namun juga di daerah sekitar pusat Mumbai.



Selain tanggapan positif, film ini ternyata juga mengundang protes dari warga Mumbai. Mereka memprotes penggunaan kata 'Slumdog' di judul film. Para pemrotes menyatakan bahwa "Penduduk Daerah Kumuh Juga Manusia, Bukan Anjing".

Beberapa media India menulis bahwa film yang diangkat dari novel 'Q & A' (pertanyaan dan jawaban) karya diplomat India, Vikas Swarup  itu menampilkan kemelaratan yang dibumbui pornografi.

Aktor senior Amitabh Bachchan juga mengritik film ini. Menurut Bachchan, film yang menghabiskan biaya US$ 15 juta ini hanya menampilkan keburukan India.

"Film ini menghadirkan India sebagai negara dunia ketiga yang kotor sehingga dapat menghapuskan rasa nasionalisme dan patriotisme," kata Bachchan dalam situs pribadinya, merujuk latar daerah pemukiman kumuh dan tayangan kekerasan dalam film itu.

Meski tidak menyebut lokasi syuting, sejumlah orang mengenali daerah kumuh itu sebagai Dharavi, di pinggiran Mumbai. Daerah ini sering disebut sebagai pemukiman kumuh terluas di Asia. Di Mumbai, sekitar 2,6 juta anak-anak tinggal di daerah kumuh dan sekitar 400.000 orang bekerja menjajakan diri dalam bisnis prostitusi.

Namun koresponden harian The National, Anuj Chopra di Uni Emirat Arab menulis Dharavi tidak sepenuhnya kelam dan Boyle telah mengabaikan keajaiban ekonomi di Dharavi. "Dharavi memang kumuh, namun memegang peranan penting dalam perekonomian kota Mumbai," tulis Chopra.

Sebagian besar penduduk Dharavi merupakan pendatang. Profesi mereka bermacam-macam, mulai dari pekerja di pabrik tekstil, makanan, perhiasan imitasi, dan kerajinan kulit. Beberapa produk karya penduduk Dharavi bahkan diekspor ke Italia.

Dharavi juga merupakan pusat daur ulang limbah industri plastik. Sebanyak 100.000 orang Dharavi bekerja dan menghasilkan pendapatan hingga mencapai US$ 500 juta per tahun.

Seorang penduduk Dharavi, Anusaya Ramdan Mane menyatakan bahwa ia berusaha keras memperbaiki hidupnya. Dharavi, menurut perempuan yang telah menghabiskan 51 tahun hidupnya di kawasan ini, bukan lokalisasi prostitusi, mafia dan pengemis, seperti digambarkan 'Slumdog'. Komunitas Dharavi merupakan rumah bagi setiap keluarga yang hidup dalam toleransi beragama.

“Saya rasa film ini menunjukkan hal buruk tentang daerah kumuh padahal sebenarnya banyak hal baik di sini. Sebagian besar penduduknya sangat sibuk bekerja sehingga tidak sempat membuat masalah,” ujar Mane seperti dikutip harian Kanada, Globe and Mail edisi Minggu (22/2).

Ilistrasi moisturizer

Wajah Sering Kena Matahari Jangan Abaikan Penggunaan Moisturizer

Moisturizer telah lama menjadi bagian dari rutinitas perawatan kulit. Moisturizer atau pelembap telah terbukti dapat meningkatkan kadar air di stratum korneum.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024