Menteri Harus Lepaskan Jabatan Parpol

VIVAnews – Pemerintah dan DPR memiliki gagasan yang sama atas posisi menteri yang menjabat sebagai ketua umum partai politik (parpol). Menteri tidak perlu merangkap jabatan dan perlu melepaskan posisinya sebagai pejabat di parpol.

Fakta Unik Ernando Ari Usai Gagalkan Penalti Australia di Piala Asia U-23

Demikian dikatakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Kementerian Negara, di gedung DPR, Selasa, 21 Oktober 2008 menjelang pengambilan keputusan RUU tersebut. “Pemerintah dan DPR sangat setuju kalau seorang menteri tidak usah merangkap jabatan di parpol,” katanya.

Begitu pun, kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, dalam rumusan RUU hal itu tidak disebutkan. Alasannya, ketika didalami secara faktual, ternyata sistem  pemerintahan presidensial yang dirancang belum memiliki korelasi dengan kondisi keberadaan partai-partai di Indonesia hari ini.

Viral Sosok Wanita Tersubur di Dunia, Lahirkan 44 Orang Anak Tanpa Suami yang Menafkahi

Disebutkannya, jumlah partai di Indonesia masih lebih dari 30 padahal sistem  presidensial seharusnya hanya ada dua atau tiga parpol. “Sehingga korelasi antara presiden terpilih dengan parlemen kuat, di mana presiden mempunyai kekuatan yang signifikan di parlemen,” katanya.

Namun dalam kondisi multi partai di Indonesia saat ini, tidak menutup kemungkinan presiden terpilih akan sangat lemah. Contoh konkret soal ini Agun menyebutkan pemerintahan SBY-JK, JK jadi ketua partai justru setelah menjadi wapres. “Di sinilah rangkap jabatan menjadi soal yang dikompromikan,” kata Agun.

GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

Misalnya, bisa saja partai tertentu menetapkan dalam aturan kepartaiannya, bahwa seorang kader yang terpilih menjadi menteri tidak boleh merangkap jabatan di dalam partai. “Tidak dapat dipungkiri pula pemerintah saat ini jalan akibat dukungan parlemen yang kuat dari Golkar, jadi ini bukan soal politik tetapi faktual dan sosisologis. Demokrasi tidak sekaligus jadi, perlu konsolidasi menuju sistem pemerintahan yang lebih efektif,” katanya.

Jika presiden terpilih merasa kuat dan tidak perlu dukungan dari berbagai partai, kemungkinan presiden tersebut akan menggunakan hak prerogatifnya dengan memberikan pilihan, yakni seseorang boleh menjadi menteri namun harus mundur dari jabatan kepartaian.

Pendeta Gilbert Lumoindong

Terkuak, Ternyata Farhat Abbas yang Polisikan Pendeta Gilbert Soal Penistaan Agama

Terkuak, Ternyata Farhat Abbas yang Polisikan Pendeta Gilbert Soal Penistaan Agama

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024