Cerita di Balik RUU Susduk (1)

"Hanya 2 Dari 20 Staf DPR yang Bisa Komputer"

VIVAnews - Kapasitas dan profesionalitas staf Dewan Perwakilan Rakyat yang diproses dan diangkat melalui Sekretariat Jenderal (Setjen) Dewan dipertanyakan.  Alih-alih meningkatkan kinerja anggota dewan, mereka justru dikeluhkan membuat boros anggaran fraksi dan DPR.

"Dari 20 staf yang diberikan Setjen kepada fraksi, hanya 2 orang saja yang bisa membuka internet dan menggunakan komputer!" ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera, Nursanita Nasution, saat disambangi VIVAnews di ruang kerjanya di lantai 6 Gedung Nusantara I Dewan Perwakilan Rakyat pertengahan November 2008 ini.  Nursanita tak habis pikir bagaimana mekanisme penyeleksian staf DPR tersebut.  "Itu urusannya Sekretariat Jenderal.  Saya tidak tahu bagaimana mereka menyeleksi dan memilih penempatan para staf itu," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Susduk itu.

Padahal, tegas Nursanita, staf DPR adalah support system (sarana penunjang) yang sangat penting bagi anggota dewan.  Terlebih, sejak dulu setiap fraksi diminta untuk memberikan sejumlah uang 'sumbangan' kepada Setjen untuk staf yang dialokasikan bagi mereka.  “Ini kan tidak benar!” tukas Nursanita.  Bagaimanapun, memang sudah kewajiban Setjen untuk meningkatkan kinerja anggota dewan tanpa harus meminta sumbangan dari mereka.  Lagipula, sudah ada anggaran tersendiri untuk proses seleksi staf DPR tersebut.

Untuk DPR, sebenarnya disediakan 1.300 staf dari Setjen.  “Karena total anggota DPR saat ini ada 550 orang, maka logikanya tiap 1 anggota dewan seharusnya dibantu oleh 2 staf (1.300 dibagi 550),” tutur Nursanita.  Namun sebagian besar dari staf yang ada tersebut nyatanya tidak mampu untuk mendukung kinerja anggota dewan – apalagi meningkatkan.  Beberapa di antara staf yang diperbantukan di Fraksi PKS pun, lanjut Nursanita, sudah pindah ke tempat lain.

Akhirnya banyak anggota dewan yang menyewa staf ahli sendiri dengan konsekuensi menggaji staf ahli tersebut dari koceknya masing-masing.  Artinya, anggota DPR sebenarnya merugi 2 kali karena mereka telah mengeluarkan dana untuk Setjen guna 'diberi' staf yang sebagian tidak banyak berguna dan mereka masih harus menggaji staf sendiri dari luar jalur Setjen guna menutupi ketidakmampuan staf yang diberikan oleh Setjen tersebut.

Ketua Pansus RUU Susduk, Ganjar Pranowo, menerangkan bahwa staf DPR yang diberikan oleh Setjen sebenarnya cerdas. Namun tantangan yang mereka hadapi rendah sehingga hasil kerjanya pun tidak memuaskan.  “Ibarat mobil 4.000 cc yang hanya dijalankan dengan kecepatan 40 km/jam,” tutur Sekretaris Fraksi PDIP tersebut kepada VIVAnews.  Salah satu penyebab rendahnya kinerja staf tersebut menurut Ganjar adalah karena Sekjen DPR berasal dari kalangan birokrat yang terbiasa dengan rutinitas tanpa penekanan pada perbaikan kualitas SDM.

Guna mengantisipasi buruknya kinerja staf Dewan tersebut, Rancangan Undang-undang Susunan dan Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (RUU Susduk) direncanakan membuka jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) dari kalangan profesional – baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS, birokrat maupun non-birokrat. Calon Sekjen harus melalui fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) yang transparan.  Dengan mekanisme tersebut, diharapkan akan memicu peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam Sekretariat Jenderal Dewan. Perekrutan tersebut akan dilakukan tiap 5 tahun sekali sesuai dengan masa kerja anggota dewan.

Park Serpong Jadi Lokasi Bukber Dispar Banten, Intip Potensi Bisnis dan Kontribusinya ke Daerah
Ammar Zoni

Mumpung Ramadhan, Ammar Zoni Banyak Berdoa Agar Segera Bebas dari Penjara

Mumpung Ramadan, Ammar Zoni Banyak Berdoa Agar Segera Bebas dari Penjara

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024